Sabtu, 15 Desember 2007

hipertensi


ISTILAH hipertensi berasal dari bahasa Inggris "hypertension". Kata "hypertension" sendiri berasal dari bahasa Latin, yaitu "hyper" dan "tension". "hyper" berarti tekanan atau tegangan. Akhirnya hypertension menjadi istilah kedokteran yang cukup populer untuk menyebut penyakit tekanan darah tinggi. Selain itu, dalam bahasa Inggris digunakan juga istilah "high blood pressure" yang berarti tekanan darah tinggi.

Terminologi tekanan darah tinggi digunakan jika terjadi peningkatan tekanan darah diastol dan sistol atau salah satunya, dengan nilai tekanan diastol 90 mmHg atau lebih, atau tekanan sistol lebih dari 140 mmHg yang merupakan rata-rata dari dua atau lebih pengukuran (Herfindal, 2000).

Di kalangan medis alat untuk mengukur tekanan darah disebut Sphygmomanometer. Masyarakat umum menyebutnya tensimeter. Alat ini digunakan untuk mengukur tekanan darah pada pembuluh arteri perifer.

Hipertensi disebabkan peningkatan tonus otot polos vaskular perifer yang menyebabkan peningkatan resistensi arteriola dan menurunnya kapasitas sistem pembuluh vena. Hipertensi tanpa gejala, hipertensi kronik-sistolik/diastolik dapat menyebabkan gagal jantung kongestif, infark jantung, kerusakan ginjal dan cedera serebrovaskular. Jika hipertensi terdiagnosis lebih awal dan diobati dengan baik maka insiden morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) segera menurun.

Tekanan darah merupakan tenaga yang digunakan darah yang dipompakan dari jantung untuk melawan tahanan pembuluh darah, atau sejumlah tenaga yang dibutuhkan untuk mengedarkan darah ke seluruh tubuh. Sepanjang hari, tekanan darah akan berubah-ubah tergantung dari aktivitas tubuh.

Tekanan darah bergantung kepada jantung sebagai pompa dan resistensi perifer. Jumlah darah yang dipompa jantung setiap menit dinamakan cardiac output (curah jantung). Curah jantung dipengaruhi kecepatan denyut jantung dan volume darah yang dipompakan pada setiap denyutan.

Rumusnya adalah : Tekanan darah = curah jantung X resistensi perifer.

Tekanan darah sistol yaitu tekanan tertinggi yang terjadi saat ventrikel berkontraksi, sedangkan tekanan diastol yaitu tekanan terendah yang terjadi saat jantung berada dalam fase relaksasi (Martini, 1992).

Klasifikasi tekanan darah tinggi menurut World Health Organization (WHO), organisasi kesehatan dunia di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah sebagai berikut : tekanan darah normal, jika sistolik kurang atau sama dengan 140 mmHg dan diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg. Tekanan darah perbatasan, di mana sistolik 141-149 mmHg dan diastolik 91-94 mmHg. Tekanan darah tinggi atau hipertensi, yaitu jika sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan 95 mmHg.

Sedangkan klasifikasi tekanan darah tinggi menurut The Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure, suatu badan peneliti hipertensi di AS menentukan batasan yang berbeda. Pada laporannya di tahun 1992 lalu yang lebih dikenal dengan sebutan JNC-V, tekanan darah pada orang dewasa berumur di atas 18 tahun diklasifikasikan seperti dalam tabel.

Semakin tinggi tekanan darah, maka risiko untuk mengalami komplikasi yang fatal dan non fatal semakin besar. Risiko komplikasi pada setiap tingkat hipertensi ini meningkat beberapa kali lipat bila telah terdapat kerusakan organ sasaran (target organ disease/TOD), seperti hipertrofi ventrikel kiri, serangan iskemia selintas (TIA), gangguan fungsi ginjal dan perdarahan retina.

Secara umum gejala yang dikeluhkan penderita tekanan darah tinggi adalah sakit kepala, rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk, perasaan berputar seperti tujuh keliling, serasa ingin jatuh, berdebar atau detak jantung terasa cepat dan telinga berdenging.

Penyakit penyerta hipertensi yang perlu pengobatan tersendiri dan dapat terjadi bersamaan dengan hipertensi adalah kencing manis, resistensi insulin, hiperfungsi kelenjar thyroid (hyperthyroid), rematik, gout, dan hyperlipidemia (kadar lemak darah tinggi), dan lain-lain.

Faktor risiko hipertensi adalah faktor-faktor yang bila semakin banyak menyertai penderita hipertensi, maka dapat menyebabkan orang tersebut menderita tekanan darah tinggi yang lebih berat lagi. Ada faktor risiko yang dapat dihindarkan atau diubah, namun ada pula yang tidak dapat dihindari. Faktor risiko yang tidak dapat dihindarkan atau diubah adalah genetik, suku bangsa, dan umur.

Berbagai macam faktor risiko yang dapat dihindarkan, karena dapat memperberat keadaan hipertensi, antara lain makanan yang mengandung lemak dan kolesterol tinggi, makanan dengan kadar garam tinggi, daging kambing, buah durian, minuman beralkohol yang berlebihan, makanan dan minuman yang mengandung bahan pengawet, rokok dan kopi, kegemukan (obesitas) dan stres.

Untuk mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas akibat tekanan darah tinggi sambil dilakukan pengendalian faktor-faktor risiko kardiovaskular lainnya. Sehingga tekanan darah harus diturunkan serendah mungkin yang tidak mengganggu fungsi ginjal, otak, jantung maupun kualitas hidup. Pada umumnya, sasaran tekanan darah penderita muda adalah 140/90 mmHg (sampai 130/85 mmHg), sedangkan pada penderita usia lanjut sampai umur 80 tahun adalah 160/90 mmHg (sampai 145 mmHg sistolik bila dapat ditoleransi).

Prinsip pengobatan hipertensi

Adapun tujuan pengobatan hipertensi adalah menurunkan tekanan darah ke tingkat yang normal, mengurangi angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) akibat komplikasi penyakit jantung dan pembuluh darah, mencegah pengerasan pembuluh darah (aterosklerosis), mencegah memberatnya tekanan darah tinggi, pengobatan penyakit penyerta hipertensi yang dapat memperberat kerusakan organ dan memperkecil efek samping pengobatan.

Tidak semua penderita hipertensi memerlukan obat. Pada prinsipnya ada dua macam terapi yang bisa dilakukan untuk mengobati penyakit hipertensi, yaitu terapi farmakologi dengan menggunakan obat dan terapi non armakologi yaitu dengan modifikasi pola hidup sehari-hari dan kembali ke produk alami (back to nature). Bila hipertensinya tergolong ringan, masih dapat dikontrol melalui modifikasi pola hidup sehari-hari.

Modifikasi pola hidup merupakan langkah pencegahan yang baik agar penderita hipertensi tidak kambuh gejala penyakitnya. Tindakan pencegahan bagi penderita hipertensi agar penyakitnya tidak kambuh adalah diet rendah lemak, diet rendah garam, diet buah durian dan minuman beralkohol, olah raga secara teratur, berhenti merokok dan minum kopi, menurunkan berat badan bagi penderita hipertensi yang kegemukan, menghindari stres dengan gaya hidup yang santai dan mengobati penyakit penyerta. Hipertensi ringan juga dapat diobati dengan farmakoterapi dengan obat tunggal (satu macam obat). Sedangkan untuk hipertensi berat memerlukan pengobatan beberapa obat yang dipilih untuk mengecilkan efek samping dalam kombinasi.

Selain cara di atas, ada cara lain untuk menurunkan tekanan darah tinggi, yaitu dengan terapi menggunakan jus buah-buahan tertentu dan ramuan tradisional atau disebut back to nature. Antara lain menggunakan jus mengkudu, seledri (Apium graviolens) dan belimbing manis. Cara pembuatannya mudah, hanya membutuhkan satu buah mengkudu matang dan satu buah belimbing manis yang dijus. Lalu jus tadi direbus dengan 250 cc air sampai mendidih. Air rebusannya diminum dalam keadaan hangat sebanyak segelas setiap pagi atau malam hari. Ada juga yang mengombinasikan antara dua buah mengkudu matang, satu buah belimbing manis dan 100 gr seledri.

Ketiga bahan tadi dijus, lantas campuran jus yang dihasilkan direbus dengan air 250 cc sampai mendidih dan ditambahkan madu secukupnya. Lalu diminum dalam keadaan hangat sebanyak satu gelas pada pagi atau malam hari. Untuk pembuatan jus seledri caranya mudah. Seledri sebanyak 100 gr dijus dan ditambah madu secukupnya lalu diminum dua kali sehari, yaitu pagi dan sore.

Untuk daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus), ambil daun kumis kucing sebanyak 50 gr lalu direbus dengan menggunakan air secukupnya kemudian disaring. Diminum dalam keadaan hangat segelas sehari pada pagi hari. Resep di atas telah banyak digunakan di masyarakat dan telah banyak dilakukan penelitian mengenai efek farmakologi buah mengkudu dan telah terbukti mampu menurunkan tekanan darah tinggi. Sedangkan untuk seledri dan kumis kucing telah dilakukan uji klinis oleh Dr. Fadilah Supari Sp.J.P., yang bekerja sama dengan Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Harapan Kita. Dari uji klinis tersebut ternyata pemberian fitofarmaka tiga kali sehari (250 mg) selama 12 minggu mampu menurunkan tekanan darah sistolik maupun diastolik yang setara dengan Amlodipin yang diberikan sekali sehari (5 mg). Selain itu, pemberian fitofarmaka tidak memengaruhi kadar elektrolit plasma, kadar lipid plasma maupun kadar gula darah dan tidak ditemukan efek samping yang berarti pada fungsi hati dan ginjal.

Pada awalnya daun seledri dan kumis kucing diduga dapat menurunkan tekanan darah tinggi karena memiliki efek diuretik. Setelah diteliti lebih lanjut, ternyata seledri memiliki efek seperti kalsium antagonis dan kumis kucing memiliki efek seperti beta blocker di samping efek diuretik. Seledri mengandung senyawa aktif apigenin yang berfungsi sebagai kalsium antagonis yang dapat menurunkan tekanan darah tinggi dan manitol yang berfungsi sebagai diuretik.

Tidak ada komentar: